Jumat, 31 Januari 2014

Sepotong Cinta di Taman Honda

Apakah cinta sejati bisa kita pilih?

Pikirannya entah kemana saat ini. Jalannya sungguh pelan seperti atlet yang baru menyelesaikan marathonnya. Kepalanya pun hanya menunduk padahal sungguh ramai jalan di depan. Hingga tetesan air dari langit pun membuatnya sadar. Ia harus segera bergegas dan melupakan masalah ini secepatnya. Cipratan air dari langkah kakinya membuat rok panjang yang ia kenakan mulai ternoda. Sherly harus segera sampai di kantor. Sebelum surat peringatan berikutnya datang karena semakin lalainya ia bekerja.
   
“Ah, kusut banget gue hari ini. Gimana mau ada cowo yang suka nantinya?” Seperti biasa, ia selalu mengeluhkan masalah belahan hati yang entah kapan bisa ia temukan lagi. Keluhan yang ia keluarkan di depan kaca toilet pun tak membuatnya sadar. Keran air yang sudah lama mengucur pun tak kunjung dimatikan. Bercak kotoran diroknya tak juga ia bersihkan. Sampai air keran itu pun mati dengan sendirinya.

Ia keburu kesal. Kembali ia menggerutu karena belum sempat membersihkan noda di rok panjangnya. Dibantinglah pintu toilet dengan sekali nafas. Ia sungguh teledor hingga menabrak seorang lekaki dengan kacamata yang hampir jatuh dari hidungnya. 

“Eh, kalo jalan pake mata dong.” Kembali mengomel wanita ini yang membuat wajah cantiknya selalu terlihat menyeramkan di mata orang lain.

“Maaf, mbak. Kalau jalan kan pakai kaki. Lagian kan barusan mbak yang nabrak saya.” Dengan wajah tak bersalah Roni membalas dan langsung melanjutkan langkah kecilnya ke toilet. Setiap pijakannya, membuat lelaki itu mengingatkan kembali romansa yang ada. Sherly adalah cinta pertama Roni yang hanya berlangsung di dunia mimpi. Sherly tidak pernah merespon kasih sayang yang Roni berikan hingga akhirnya Roni pun hanya bisa memendam perasaannya kepada Sherly. Namun sejatinya, kasih sayang itu memang tidak pernah hilang. Karena memang cinta pertama sangat sulit untuk dilupakan. Terlebih untuk Roni.

Sambil memasang muka bebek, Sherly mengetik tombol-tombol di keyboard-nya dengan tidak pasti. Suara ketikannya semakin membuat risih orang di kantor. “Itu orang kenapa, sih?” Keluh seorang pegawai baru dari ujung lobby. Bahkan kegalauannya pun bisa mengganggu seisi ruangan kantor.

Matahari telah tepat berada diatas kepalanya. Kali ini keluhan lain keluar dari dalam hati kecilnya. “Gak ada yang ngajak gue makan siang, nih? Jomblo kok gini banget, ya.” Matanya melirik kanan-kiri sejak tadi. Berharap ada pangeran yang datang mengajaknya makan. Hingga matahari yang tadinya diatas kepalanya mulai bergeser. Cacing-cacing yang ada di perutnya mungkin sedang berkelahi untuk memakan satu sama lain. Saking laparnya. 

“Eh, makan yuk!” Suara Roni tiba-tiba memecah keheningan.
“Ih, apasih ngajak-ngajak gue makan. Gak level gue sama lo.” Balas Sherly sembari menguncupkan bibirnya yang justru malah membuat Roni cekikikan.
“Beneran, nih? Yaudah, selamat bernegoisasi dengan cacing di perut, ya.” Roni lalu pergi perlahan sembari mengayunkan kedua tangan layaknya anak kecil.
    
Perkelahian di perut Sherly belum berakhir sampai disitu. Hingga ia bersyukur ketika jam pulang kantor telah tiba. Sebenarnya tidak ada kesalahan yang pernah Roni lakukan. Hanya kriteria Sherly yang terlalu tinggilah yang membuat ia selalu menyisihkan Roni.
    
Bau daging asap yang menusuk hidung menghentikan perjalanan pulangnya. Ia membelokkan badan. Cacing-cacing di perutnya harus segera ia manjakan.

Suasana di perutnya kini telah damai. Kini hatinya yang kembali berperang. Bola matanya mengarah kepada sebuah pasangan yang baru saja keluar. Langkah-langkahnya begitu mesra dan ia kenal . Dibukanya pintu mobil mewah oleh sang lelaki. Dipersilahkan masuklah sang wanita dengan begitu lembut. Dengun senyum manis mereka berdua pergi meninggalkan restaurant yang mulai ramai ini.
    
“Kapan ya gue bisa punya cowo sesempurna itu?” Gerutu ia sambil memegang dagunya.
“Sesempurna apa, sih?” Seorang pria kembali menyamber keluhan Sherly.
“Ihh, lo lagi lo lagi! Lo ngikutin gue ya daritadi?” Sherly tampak kesal karena lagi-lagi Roni lah yang ia temukan. Diambilah tas yang ditaruhnya di meja dan bergegaslah Sherly keluar.
“Eh, pertanyaan gue belom dijawab. Sesempurna apa sih cowok yang lo cari?” Sherly terus membuang muka dan langsung meninggalkan tempat itu dengan wajah kusut layaknya anak kecil yang sedang membetulkan benang layangannya.

Dibukanya pintu taksi yang berjejer di depan restaurant. Namun apa yang diucapkan Roni tidak hilang begitu saja. Pikirannya mulai bertanya-tanya sendiri. Suasana itu kemudian terpecah. Taksi yang dinaikinya pun tak kunjung jalan. Sampai sang supir pun mulai mengeluarkan nada yang agak kencang.
    
“Mbak, mau kemana sih?”
“Oh iya, Tebet ya, pak.” Balasnya sambil sesekali memandang ke arah restaurant tadi.
    
Kembali menyentuh otaknya tentang apa yang Roni tanyakan tadi. Ia hanya menunduk dan sepertinya tak bisa menjawab. Sherly tiba-tiba membayangkan dirinya bersama seorang laki-laki bermobil mewah, berbadan tegap dan berjiwa romantis. Khayalan itu kembali dibuat hancur ketika sang supir kembali bertanya.
    
“Turun dimana, mbak?”
“Eh situ kiri. Iya sini aja.” Ucapnya sambil melihat argo yang telah mencapai seratus ribu. Ia tidak sadar telah dibawa mengelilingi perumahannya oleh sang supir. Kusut malamnya kali ini. Pikirannya kembali dibuat seperti anak kecil yang sedang membetulkan benang layangan.
    
Tulang-tulang di badannya serasa ingin melepas satu sama lain. Tergeletak begitu saja raganya di atas kasur bermotif hati ini. Ternyata walaupun kelakuan sehari-harinya cukup sangar. Sherly memiliki perasaan lembut di dalam hati sunyinya. Banyak orang yang menilainya hanya dari sisi luar. Mungkin memang benar, karena sampai saat ini ia belum pernah menunjukan sisi baiknya, yaitu bagian dalam.
    
Ia membangunkan badannya sejenak. Menyenderkan sedikit kepalanya ke arah tembok. Isi otaknya membawa Sherly pergi ke beberapa tahun silam. Saat kehidupan yang pada mulanya manis berubah menjadi kecut. Bahkan lama-lama menjadi pahit dan sungguh menyakitkan.

Roy, lelaki pertama yang ia temui di alam lampaunya. Berbadan tegap, besar dan begitu sayang dengan Sherly pada awalnya. Hingga semua berubah saat Roy mulai dipanggil bodyguard oleh teman-teman Sherly. Lebih parahnya, ada kejanggalan dalam kehidupan Roy. Lingkungan tubuh tegap dan besarnya membuat ia lebih memilih berhubungan sesama jenis dibanding melanjutkan hubungan dengan wanita yang telah lama bersamanya. Sherly tersadar sesaat. Masa lalunya sungguh kelam. Ia kembali memejamkan mata. Badannya semakin enteng dan pikirannya kembali berjalan ke arah belakang.
    
Mobil mewah dan begitu kaya raya kali ini. Setiap minggu selalu ada bunga mawar yang ia kirim untuk Sherly. Entah apa ini romantis atau memang ayahnya pengusaha kios bunga. Sherly memang tampak senang awalnya. Terpancar dari senyum saat ia menghirup bunga mawar yang datang tiap minggunya. Dari perlakuan lembut saat sang lelaki membukakan pintu mobilnya. Ucapan selamat tidur tiap malamnya. Namun semua kembali berubah. Saat Sherly melihat lelaki yang bernama Adi ini sedang berduaan dengan perempuan di sebuah restaurant. Sherly masih berpikir baik dengan hal itu. Penyesalan datang saat Adi memegang tangan selingkuhannya itu. Tetasan air mata keluar begitu saja dari mata Sherly.
    
Mungkin ia bisa saja mengirim bunga tiap hari dengan wanita yang berbeda pula. Atau bahkan dengan jenis bunga yang berbeda nantinya. Air mata yang keluar kini tiada yang bisa menyekatnya. Tapi kesendirian Sherly kali ini membuatnya tau bahwa semua lelaki yang telah lama bersamanya adalah seorang bajingan.
    
Sherly kembali dalam keadaan segar. Melihat jam di dindingnya telah menunjuk angka satu ia terperanga. Seharusnya wanita ini sudah memejamkan mata sejak angka sepuluh tadi. Ditariknya selimut dan ditekannya jam weker yang ada di sebelah ranjang. Berharap ayam yang bertugas esok hari tidak telat membangunkannya.

*

Matahari telah menunjukan sinarnya. Ayam yang ditunjuk untuk bertugas pun tidak lalai dalam membangunkan raganya. Tetapi memang dasarnya lalai. Mata Sherly seolah seperti di tempel lem gajah. Keras sekali bagai ada dua iblis yang saling mengaitkan ujung sisinya. Matanya baru mendadak tersadar ketika ada seseorang yang mengetuk pintunya sangat keras.
    
“Ah, siapa sih ganggu tidur gue aja.” Kembali keluhan di pagi hari yang keluar dari mulut Sherly. Tangannya melebar begitu panjang dan mulutnya menguap begitu lebar. Ia kaget ketika jamnya telah menunjuk angka tujuh. Sherly menjadi lebih kaget ketika suara ketukan di pintunya semakin keras.
    
Tanpa melihat ia langsung bergegas mengantar kakinya menuruni tangga. Suaranya mungkin membuat resah tikus-tikus yang ada di bawahnya. Ketika ia menarik gagang pintu, ada firasat aneh yang merasuki kepalanya. Dibukalah dengan nafas yang masih tertahan.

“Ah, elo lagi elo lagi. Ngapain sih?”
“Cepetan tau, lo gak liat apa sekarang udah jam berapa.” Lelaki di hadapan Sherly ternyata memang Roni, yang sejak malam tadi membuntuti wanita yang sebenarnya tidak terlalu berharap untuk diperhatikan.
“Eh, tapi lo…”
Cepetaaaaaan, lo kalau hari ini telat bisa dipecat tau.” Potong Roni yang nampaknya tidak pernah peduli dengan respon apapun yang Sherly berikan.
    
Sherly langsung berbalik badan dan berlari menuju kamar mandi. Begitu gaduh suara yang terdengar dari sana. Selang 3 menit, Sherly sudah keluar dengan keadaan rapih. Walau rambutnya masih terlihat basah dan ada sedikit sisa pasta gigi di bawah mulutnya.
    
Mereka berdua langsung memberhentikan taksi yang untung saja ada di depan rumah. Sherly tidak menyadari sedang berada dalam satu kendaraan dengan orang yang mencintainya. Ia selalu melihat-lihat ke kaca depan. Memperhatikan kalau jalan lengang dan sesekali meminta sang supir untuk menambah kecepatannya. Roni hanya tersenyum di sebelahnya.
    
“Eh, makasih ya.” Sherly langsung membuka pintu taksi ketika sudah sampai di depan kantornya. Ia berlari begitu cepat karena hidup matinya mungkin akan berlangsung tidak lama ini. Ketika Roni baru membayar ongkos taksinya dan ingin melangkahkan kaki ke dalam. Sherly kembali keluar dengan kepala menunduk ke bawah. Tangannya memegang selembar amplop surat.
“Lo kenapa, Sher?”
"Gue dipecat, Ron.” Ucapnya sembari menunjukan angka di jam tangannya yang berarti ia telah telat sepuluh menit barusan.
    
Roni langsung menarik tangan Sherly dan kembali membawanya ke taksi yang sebelumnya juga mengantar mereka. Mobil kuning ini membawa mereka menuju ke sebuah tempat yang tenang, adem dan sepertinya ini tempat favorit Roni.
    
“Ini mau kemana?” Tanya Sherly sambil sesekali meremas amplop pemecatannya.
“Ke Taman Honda. Pasti lo belum pernah kesana gue yakin. Iya kan?”
“Hmm iya sih. Tapi kerjaan lo gimana?” Sherly masih menunduk dan tetap meremas amplop pemecatannya sesekali.
“Kerjaan gue sehari ditinggal mah gapapa.” Roni tersenyum namun dalam hati sebenarnya was-was. Namun tidak apalah demi wanita pujaannya selama ini. Ia kembali mencoba mengatur nafasnya yang mulai berantakan.
    
Roni membawa Sherly ke tempat duduk yang biasa menjadi tempatnya berkeluh-kesah. Terlihat pemandangan pepohonan yang begitu asri. Burung-burung berterbangan di atasnya. Terlebih ini masih pagi hari. Banyak anak kecil bermain mengenal dunia. Tangan Roni kemudian menunjuk ke hal lain. Telunjuknya mengarah kepada pasangan tua yang sedang asik bercengkrama. Tidak mengenal lelah, tidak memandang fisik dan melakukan semua dengan apa adanya.

Sherly kemudian tersenyum. Ia baru merasakan hal ini pertama kalinya. Pikirannya kembali membuka sebuah hal baru. Ia mendapat pelajaran bahwa sejatinya cinta sejati tidak bisa kita pilih, apalagi dipaksakan. Sejatinya, hati kita sudah memilih cinta yang paling pantas untuknya. Ketika kamu menemukan orang yang bisa membuatmu nyaman dalam melakukan apapun, pastikan kamu tetap menjaganya. Karena mungkin cinta sejatimu telah kau temukan saat itu juga.

8 komentar:

  1. aaah bagus banget :')) Aku suka bagian sherly yang flashback masa lalunya yang kelam. jadi pengen bikin cerpen, tapi nggak bisa. uh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaah, makasih! Hehe ayodong dicoba aja dulu, ini juga masih belum sempurna kok. Ayo ayo pasti bisa! :))

      Hapus
  2. Cerpennya keren. Apalagi ada karakter 'Pemilih' seperti sherly yang di ketemukan dengan karakter 'Apa adanya' seperti roni.. yang pada akhirnya, mereka jatuh cinta. Alurnya keren, masuk banget di logika. Di tunggu cerpen-cerpen selanjutnya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yesss, ada yang nangkep juga akhirnya. Makasih bro! :))

      Hapus
  3. Suka banget sama kata-kata "Karena memang cinta pertama sulit untuk dilupakan". Yes ! :D

    BalasHapus
  4. bagus ya cerpennya. membahas cinta emang gak pernah ada habisnya kayaknya ya. haha. selalu bikin tersenyum. ditunggu cerpen selanjutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cinta emang begitu, susah ditebak dan selalu bikin penasaran. Btw, makasih ya udah mau baca! :))

      Hapus