Huruf pertama menandakan kehidupanku. Aku tidak menyangka bisa tiba-tiba hidup dan menjalani kehidupan di dunia ini. Sebelumnya dunia terasa gelap, tak terbayang, bahkan sangat samar di pikiranku. Aku tiba-tiba muncul di dunia yang tak kuketahui bertujuan untuk apa. Terlalu mengagetkan bagiku saat pertama kali lahir dan telah mengetahui banyak hal. Dan aku pun sungguh merasa aneh bisa mencurigai keanehanku di dunia sekarang ini.
Langkah kakiku diatur oleh seseorang yang tak pernah kuketahui siapa. Ia belum pernah menjelaskan asal-usul dalam tulisannya sejauh ini. Dirinya sungguh menjengkelkan, sebab bukan saja ia mengatur langkahku, namun ia juga ikut-ikutan mengambil alih persoalan takdir. Seolah sikapnya seperti sedang meniru Tuhan. Dan di sini, aku adalah tokoh yang sedang ia mainkan. Menggenjot diri kesana kemari sembari coba berharap takdir akan diperlakukan baik.
Hal yang membuatku kesal adalah karena apa yang dia gerakkan padaku tidaklah mempunyai tujuan yang berarti. Ia terlalu ceroboh dalam menentukan gerak dan lebih suka mengambil keputusan sendiri. Padahal, ia bisa-bisa saja mendiskusikan segalanya bersama. Agar kehidupanku yang muncul tiba-tiba ini juga mempunyai arti yang baik. Dan aku pun akan senang jika dia memang bisa berlaku demikian. Tapi sayangnya itu hanya isapan jempol belaka. Begitu berkhayal sepertinya diriku ini.
Sebetulnya, aku tidak ingin diatur-atur dalam menjalani panjangnya kehidupan. Aku ingin bebas pergi kemana pun melakukan pekerjaan yang kusuka. Tapi si brengsek yang sedang coba meniru Tuhan tak henti-hentinya bersikap kurang ajar terhadap jalan cerita hidupku. Saat aku sedang asyik-asyiknya mengaji di surau, ia tiba-tiba saja menyelipkan setan dan menggodaku untuk segera pergi. Melancong ke warung remang-remang dan kemudian bermain perempuan. Padahal suasana di surau tadi sungguh menenangkan, tapi kenapa aku harus diseret ke lain tempat secara tiba-tiba?
Lain waktu juga ketika badan ini sedang lelah-lelahnya dan berniat tidur siang, si kurang ajar itu tiba-tiba langsung menggerakkanku untuk bermain bola sepak di lapangan dekat rumah. Padahal apa yang menyenangkan di balik main bola saat terik seperti itu? Aku sebenarnya pernah coba melawan kehendaknya, namun usahaku selalu sia-sia. Tanpa kusadari, diriku tiba-tiba saja melakukannya. Dan aku baru merasa menyesal saat adanya sedikit jeda di antara huruf-huruf yang ia untai itu. Aku hanya punya sedikit waktu untuk berpikir.
Mari dari itu, siapa pun yang sedang membaca tulisan ini, kumohon untuk setidaknya peduli terhadap keadaanku sekarang. Di dunia yang sangat menjepit gerakku, aku ingin bisa bebas. Menghirup udara sewajarnya atau setidaknya matikan saja napasku bila pilihan pertama terasa sulit. Setidaknya kupikir itu bisa membuatku pergi dari tingginya tembok tak berguna di dunia ini. Jika aku bisa menghirup udara sewajarnya, berarti aku kembali mampu menjalani kehidupan yang normal. Dan bila aku dimatikan, tentu aku tak perlu merasakan suramnya diatur-atur dalam kesewenangan itu. Karena kuyakin, kematian sungguh lebih baik dibandingkan kehidupan yang tak memiliki makna sedikit pun.
Sekali lagi, tolonglah. Selagi si brengsek itu mabuk dan aku mampu sedikit mengelabui jalan pikirannya untuk menulis selembar testimonial ini. Juga kuharap dia tidak akan pernah sadar dan terus mabuk. Hingga jika memang kedua opsi harapanku tak bisa terkabul, aku pun bisa mulai mengatur sendiri jalan ceritaku. Walau dengan sedikit rasa cemas yang mungkin sesekali menghampiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar