Sabtu, 03 Agustus 2013

Masa Orientasi Sunny (MOS)

Indah sekali hidup ini. Istanaku begitu besar, banyak buah dan juga kesenangan ada dimana-mana. Semua pasukan selalu siap melindungi, tidak ada gangguan dari pihak manapun yang selalu menyusahkan hidupku.

“Ratu, apakah kau senang dengan kehidupan yang seperti ini?” Tanyaku kepada Ratu yang begitu cantik rupanya
“Tentu, Raja. Aku selalu menyenangi apa yang Raja Ryan senangi pula.” Balas Ratu dengan lembutnya.

Semua terlihat bagaikan surga di langit ke-tujuh sana. Sungai yang jernih mengalir begitu sendunya. Kucoba untuk sedikit meminum air yang begitu bening ini, namun mendadak tenggorokan ku tersedak dengan luar biasanya.

“Aduuuh! Aduuuh!” Teriakku sambil batuk-batuk, ternyata Ibu mencoba membanguniku dengan cipratan air yang dibawanya dari kolam. Spontan mimpi indahku berhenti sampai disitu.
“Liat jam sana! Sekarang kan hari pertama kamu sekolah, udah SMA jangan manja lagi ya.” Sahut Ibu yang di tangan kanannya masih memegang gayung.

Aku baru ingat kalau hari ini adalah hari pertama aku masuk di SMA yang di depannya terdapat baliho besar bertuliskan “SMA 91, we trust!”. Masa orientasi telah menanti di depan mata. “Duduk sama siapa?”, “Temen gue kayak gimana aja entar?”, “Pacar? Ah…” dan berbagai hal lain begitu saja merasuki pikiranku saat itu. Aku tidak menyangka bisa masuk di sekolah yang berisi orang-orang pintar dan elite ini. Semoga aku tidak ketinggalan, minimal aku tetap bisa bergaul dengan orang-orang yang ada disana.

Pijakan pertama di depan gerbang, menandakan aku sudah resmi menjadi anak SMA. Agak asing karena mungkin belum terbiasa, namun ada suatu hal yang membuatku terdiam sejenak ketika melihat seorang gadis perempuan yang baru saja turun dari mobil hitamnya. Parasnya sungguh manis, berkacamata, mungkin ia sangat suka membaca. Pikirku begitu.

“Sudahlah, baru masuk udah gak fokus aja. Gue kan mau ngebanggain orang tua dulu.” Sahutku kecil dalam hati, namun aku tetap memandang dan mengingat hal tersebut di hati kecil ini. Akan sangat beruntung bila aku bisa satu kelas dengannya nanti.

*

“Nama kamu siapa? Kenalin diri lo sana coba!” Kakak-kakak mentor begitu kejam sepertinya.
“Mmmh.. Nama saya Febryan, panggil aja Ryan. Hobby saya main gitar sama main poker. Makasih.”
“Weh asik, besok bawa gitar lo, ya! Nyanyi lo disini.”
*TOK-TOK* Tiba-tiba ada perempuan masuk. Sungguh manis.
“Eh, tuan puteri baru dateng. Darimana?” Ternyata gadis manis yang tadi kutemui di gerbang masuk ke kelas ini.
“Maaf, Kak. Aku abis dari WC.” Balas ia lembut sambil menundukan wajahnya.
“Kenalin diri dulu sini. Eh Ryan, lo duduk sana!”
“Nama aku Sunny. Ibuku ngasih nama ini katanya supaya aku bisa mencerahkan hari-hari semua orang yang ada disekitarku. Salam kenal, makasih.”
“Nama yang cantik, ya. Eh, orangnya cantik juga gak? Ryan! Sunny cantik gak?”
“Mmh…” Mampus pikirku. Sudah bawaanku dari dulu, kalau aku tidak bisa blak-blakan terhadap perempuan.
“Eh jawab!”
“Mmmh.. Ccccaantik, Kak!”
“Yang jelas!”
“Sunny cantik, Kak!” Mendadak satu kelas langsung menggoda kami. Suara cie bertebaran dimana-mana. Sunny hanya terdiam saat itu.

Ah! Ini sama sekali gak mungkin. Jatuh cinta dihari pertama masuk sekolah itu memang suatu hal yang enggak pernah bisa kita duga. Langit-langit kamar menjadi saksi bisu kelelahan fisik dan pikiran yang sejak tadi menghantuiku, pikiran tentang Sunny membuatku sedikit gila. Senyum-senyum sendiri di kamar, sungguh gila.

Apa yang harus aku lakukan besok? Apa aku bisa jujur dengan perasan yang begitu mendadak ini? Sudahlah. Lantunan gitar menemani senja yang mulai menunjukan kegelapannya. Tiada manis yang terjadi dengan begitu instan, bahkan teh manis pun perlu diberi gula dan di aduk agar bisa terasa manis.

Kau datang dan jantungku berdegup kencang
Kau buatku terbang melayang
Tiada ku sangka getaran ini ada
Saat jumpa yang pertama~

*

“Pagi semuaaa!”
“Pagi, Kaaaak!”
“Ryan mana? Katanya mau main gitar kan hari ini? Maju lo sini!”
“Huft.. Kampret juga, baru dateng udah langsung nyuruh gue main gitar.” Keluhku dalam hati saat itu.
“Mau lagu apa?” Tanyaku kepada Kakak mentor.
“Terserah lo.. yang asik tapi ya!”

Kuambil gitar yang penuh kenangan ini dan kucoba memetikan senar satu persatu dengan lembut. Kucoba memandang Sunny, namun dia hanya fokus dengan novel “Three Weddings and Jane Auston” yang sejak tadi tidak lepas dari pandangannya. Mungkin emang gak peduli, pikirku kecil saat itu. Namun aku tetap memainkan lagu yang sepertinya sedikit mencurahkan isi hati kecil yang aku punya ini.

Mataku tak dapat terlepas darimu
Perhatikan setiap tingkahmu
Tertawa pada setiap candamu
Saat jumpa yang pertama

Could it be love, could it be love
Could it be, could it be, could it be love
Could it be love, could it be love
Could this be something that i never had~

Apa emang cinta seperti ini yang terjadi di masa SMA? Kegalauan yang selalu berakhir dengan hal yang menyakitkan? Sunny masih terfokus dengan bukunya, lembar per lembar ia buka. Sesekali ia tersenyum sendiri di saat membaca novel tersebut. Sungguh lucu terlihatnya.

“Eh, Hai!” Aku mencoba memberanikan diri.
“Iya, kenapa?” Balas Sunny sambil tetap membaca novelnya.
“Tadi liat gue di depan gak?”
“Hah? Ngapain emang?”
“Huft.. gapapa kok, udah lanjutin aja bacanya.”

*

Sungguh ironi, besok sudah memasuki hari terakhir Masa Orientasi Sunny (MOS). Kalau nanti kelas ini di acak kembali, pasti aku menjadi salah satu orang yang paling galau karena tidak bisa seruangan lagi dengannya. Tapi apalah arti berharap kalau suatu hal yang kita harap tidak mendapat respon yang baik? Hari terakhir MOS pasti akan selalu berkesan bagi setiap orang, begitu yang sering diceritakan kakak-kakak senior kepadaku. Akan banyak canda, tawa, suka dan cinta di setiap cerita akhir masa orientasi.

“Ryan, lo nanti main gitar lagi ya. Tapi di lapangan, gak usah nyanyi deh.” Minta Kakak Mentor kepadaku saat itu.
“Terus, yang nyanyi siapa kalo gitu?”
“Itu..” Tunjuk Kakak Mentor kepada gadis manis berkacamata yang ternyata adalah Sunny.
“Sunny.. kesini deh. Nanti kamu nyanyi ya di lapangan, soalnya semua kelas harus nunjukin something. Mau ya? Gue tau kok suara lo bagus.” Kali ini Kakak mentor yang terlihat mengemis kepada kami.
“Iya, aku mau kok, Kak!” Balas Sunny dengan senyum manisnya.

Dalam hati, kulihat kupu-kupu berterbangan saling melengkapi satu sama lain. Senang sekali perasaanku saat mendengar jawaban Sunny itu. Kami berdua saling melantunkan lagu yang tadinya kubayang mustahil untuk dilakukan. Indah sekali bagai mimpi layaknya seorang Raja dan Ratu yang berada di suatu istana yang sangat indah. Walaupun sepertinya ia tidak berpikir sama denganku, atau malah ia hanya berpikir kalau aku hanya mengerti tentang petikan gitar dan juga kartu dua sekop. Bukan tentang cinta.

Karena kusuka, suka dirimu
Kuakan selalu berada disini
Walau didalam keramaian
Tak apa tak kau sadari~

“Sunny.. menurut lo, cinta itu apa sih?”
“Mmh.. Kok nanya gitu sih? Menurutku cinta itu tentang perasaan, bukan tentang perlakuan ataupun kata-kata. Karena perlakuan dan kata-kata itu masih bisa dimanipulasi, tapi perasaan enggak. Kalo suka ya suka.”
“Hehe gapapa.. lo asik juga ya!”
“Bisa aja, kamu.”

Jam telah menunjuk tepat diangka 10, tandanya kami harus segera ke lapangan untuk menunjukan lagu yang telah aku rekomendasikan tadi kepada Sunny. Aku sangat grogi untuk menunjukannya. Sungguh grogi.

Ah, mungkin bagi diriku.. dirimu yang terakhir
Tidak menyadari apapun
Cinta tak berbalas dari belakang
Ah, langit di kala senja seperti mewarnai kota-kota
Terlalu sedih
Bayangan kita berdua menjadi satu~

Tidak seperti yang aku sangka sebelumnya, tepuk tangan begitu meriah mengakhiri pertunjukan kami saat itu. Petikan gitar yang kulakukan memang bukanlah suatu hal yang istimewa, namun suara Sunny sungguh membuat hatiku merinding. Tiba-tiba aku kembali kepikiran, “Apakah mungkin? Ah, sudahlah..”.

Bel pulang telah dibunyikan begitu kerasnya, semua orang mulai meninggalkan sekolah dengan perlahan. Kupikir, aku dan Sunny sudah akan berpisah begitu saja, namun tiba-tiba Sunny muncul dan menarik tanganku dari belakang dengan kerasnya. Suasana sekolah sudah sangat sepi saat itu, hanya kami berdua dan terlihat secercah harapan muncul di kejauhan sana.

“Ryan.. Awalnya emang ini keliatan enggak mungkin. Tapi rasa ini udah aku simpan sejak pertama kali ngeliat kamu disini. Entah apa perasaan ini terlalu cepat atau enggak, yang pasti aku mau bilang kalo sebenarnya aku suka sama kamu.”
“Sunny?”
“Aku tau kok kalau dihari pertama kamu main gitar. Aku ngedengerin kok. Aku cuma pura-pura baca buku saat itu. Aku juga selalu perhatiin kamu, sama kayak kamu selalu perhatian sama aku. Aku tau kok.”
 “Sebelum semuanya terlambat, kamu mau gak jadi pacar aku? Kamu mau kan bantu aku ngejalanin hari-hari baru di sekolah ini?” Lanjut Sunny yang membuatku hanya terdiam saat itu.
“Aku gak tau harus jawab apa. Satu yang perlu kamu tau, aku juga udah suka sama kamu sejak pertama kali ngeliat kamu disini.” Balasku.
“Itu udah kamu jawab kok.” Balas Sunny sambil tersenyum kepadaku.
           
Gak ada yang gak mungkin di dunia ini. Bahkan membayangkan perempuan bisa menyatakan perasaan lebih dulu bisa membuatku menjadi sedikit gila tadinya. Cinta itu penuh makna dan kosakata, namun untuk merasakannya kita tidak perlu itu semua. Kita hanya butuh kejujuran, keterbukaan dan rasa.

Selesai.

4 komentar: