Indah
sekali hidup ini. Istanaku begitu besar, banyak buah dan juga kesenangan ada
dimana-mana. Semua pasukan selalu siap melindungi, tidak ada gangguan dari
pihak manapun yang selalu menyusahkan hidupku.
“Ratu,
apakah kau senang dengan kehidupan yang seperti ini?” Tanyaku kepada Ratu yang
begitu cantik rupanya
“Tentu,
Raja. Aku selalu menyenangi apa yang Raja Ryan senangi pula.” Balas Ratu dengan
lembutnya.
Semua
terlihat bagaikan surga di langit ke-tujuh sana. Sungai yang jernih mengalir
begitu sendunya. Kucoba untuk sedikit meminum air yang begitu bening ini, namun
mendadak tenggorokan ku tersedak dengan luar biasanya.
“Aduuuh!
Aduuuh!” Teriakku sambil batuk-batuk, ternyata Ibu mencoba membanguniku dengan
cipratan air yang dibawanya dari kolam. Spontan mimpi indahku berhenti sampai
disitu.
“Liat
jam sana! Sekarang kan hari pertama kamu sekolah, udah SMA jangan manja lagi
ya.” Sahut Ibu yang di tangan kanannya masih memegang gayung.
Aku
baru ingat kalau hari ini adalah hari pertama aku masuk di SMA yang di depannya
terdapat baliho besar bertuliskan “SMA 91, we trust!”. Masa orientasi telah menanti
di depan mata. “Duduk sama siapa?”, “Temen gue kayak gimana aja entar?”,
“Pacar? Ah…” dan berbagai hal lain begitu saja merasuki pikiranku saat itu. Aku
tidak menyangka bisa masuk di sekolah yang berisi orang-orang pintar dan elite
ini. Semoga aku tidak ketinggalan, minimal aku tetap bisa bergaul dengan
orang-orang yang ada disana.
Pijakan
pertama di depan gerbang, menandakan aku sudah resmi menjadi anak SMA. Agak
asing karena mungkin belum terbiasa, namun ada suatu hal yang membuatku terdiam
sejenak ketika melihat seorang gadis perempuan yang baru saja turun dari mobil
hitamnya. Parasnya sungguh manis, berkacamata, mungkin ia sangat suka membaca.
Pikirku begitu.
“Sudahlah,
baru masuk udah gak fokus aja. Gue kan mau ngebanggain orang tua dulu.” Sahutku
kecil dalam hati, namun aku tetap memandang dan mengingat hal tersebut di hati
kecil ini. Akan sangat beruntung bila aku bisa satu kelas dengannya nanti.
*
“Nama
kamu siapa? Kenalin diri lo sana coba!” Kakak-kakak mentor begitu kejam
sepertinya.
“Mmmh..
Nama saya Febryan, panggil aja Ryan. Hobby saya main gitar sama main poker.
Makasih.”
“Weh
asik, besok bawa gitar lo, ya! Nyanyi lo disini.”
*TOK-TOK*
Tiba-tiba ada perempuan masuk. Sungguh manis.
“Eh,
tuan puteri baru dateng. Darimana?” Ternyata gadis manis yang tadi kutemui di
gerbang masuk ke kelas ini.
“Maaf,
Kak. Aku abis dari WC.” Balas ia lembut sambil menundukan wajahnya.
“Kenalin
diri dulu sini. Eh Ryan, lo duduk sana!”
“Nama
aku Sunny. Ibuku ngasih nama ini katanya supaya aku bisa mencerahkan hari-hari
semua orang yang ada disekitarku. Salam kenal, makasih.”
“Nama
yang cantik, ya. Eh, orangnya cantik juga gak? Ryan! Sunny cantik gak?”
“Mmh…”
Mampus pikirku. Sudah bawaanku dari dulu, kalau aku tidak bisa blak-blakan
terhadap perempuan.
“Eh
jawab!”
“Mmmh..
Ccccaantik, Kak!”
“Yang
jelas!”
“Sunny
cantik, Kak!” Mendadak satu kelas langsung menggoda kami. Suara cie bertebaran dimana-mana. Sunny hanya
terdiam saat itu.
Ah!
Ini sama sekali gak mungkin. Jatuh cinta dihari pertama masuk sekolah itu
memang suatu hal yang enggak pernah bisa kita duga. Langit-langit kamar menjadi
saksi bisu kelelahan fisik dan pikiran yang sejak tadi menghantuiku, pikiran
tentang Sunny membuatku sedikit gila. Senyum-senyum sendiri di kamar, sungguh
gila.
Apa
yang harus aku lakukan besok? Apa aku bisa jujur dengan perasan yang begitu
mendadak ini? Sudahlah. Lantunan gitar menemani senja yang mulai menunjukan
kegelapannya. Tiada manis yang terjadi dengan begitu instan, bahkan teh manis
pun perlu diberi gula dan di aduk agar bisa terasa manis.
Kau datang dan jantungku berdegup kencang
Kau buatku terbang melayang
Tiada ku sangka getaran ini ada
Saat jumpa yang pertama~
*
“Pagi
semuaaa!”
“Pagi,
Kaaaak!”
“Ryan
mana? Katanya mau main gitar kan hari ini? Maju lo sini!”
“Huft..
Kampret juga, baru dateng udah langsung nyuruh gue main gitar.” Keluhku dalam
hati saat itu.
“Mau
lagu apa?” Tanyaku kepada Kakak mentor.
“Terserah
lo.. yang asik tapi ya!”
Kuambil
gitar yang penuh kenangan ini dan kucoba memetikan senar satu persatu dengan
lembut. Kucoba memandang Sunny, namun dia hanya fokus dengan novel “Three
Weddings and Jane Auston” yang sejak tadi tidak lepas dari pandangannya.
Mungkin emang gak peduli, pikirku kecil saat itu. Namun aku tetap memainkan
lagu yang sepertinya sedikit mencurahkan isi hati kecil yang aku punya ini.
Mataku tak dapat terlepas darimu
Perhatikan setiap tingkahmu
Tertawa pada setiap candamu
Saat jumpa yang pertama
Could it be love, could it be love
Could it be, could it be, could it be love
Could it be love, could it be love
Could this be something that i never had~
Apa emang cinta seperti ini yang terjadi di
masa SMA? Kegalauan yang selalu berakhir dengan hal yang menyakitkan? Sunny
masih terfokus dengan bukunya, lembar per lembar ia buka. Sesekali ia tersenyum
sendiri di saat membaca novel tersebut. Sungguh lucu terlihatnya.
“Eh, Hai!” Aku mencoba memberanikan diri.
“Iya, kenapa?” Balas Sunny sambil tetap
membaca novelnya.
“Tadi liat gue di depan gak?”
“Hah? Ngapain emang?”
“Huft.. gapapa kok, udah lanjutin aja
bacanya.”
*
Sungguh
ironi, besok sudah memasuki hari terakhir Masa Orientasi Sunny (MOS). Kalau nanti
kelas ini di acak kembali, pasti aku menjadi salah satu orang yang paling galau
karena tidak bisa seruangan lagi dengannya. Tapi apalah arti berharap kalau
suatu hal yang kita harap tidak mendapat respon yang baik? Hari terakhir MOS
pasti akan selalu berkesan bagi setiap orang, begitu yang sering diceritakan
kakak-kakak senior kepadaku. Akan banyak canda, tawa, suka dan cinta di setiap
cerita akhir masa orientasi.
“Ryan,
lo nanti main gitar lagi ya. Tapi di lapangan, gak usah nyanyi deh.” Minta
Kakak Mentor kepadaku saat itu.
“Terus,
yang nyanyi siapa kalo gitu?”
“Itu..”
Tunjuk Kakak Mentor kepada gadis manis berkacamata yang ternyata adalah Sunny.
“Sunny..
kesini deh. Nanti kamu nyanyi ya di lapangan, soalnya semua kelas harus
nunjukin something. Mau ya? Gue tau
kok suara lo bagus.” Kali ini Kakak mentor yang terlihat mengemis kepada kami.
“Iya,
aku mau kok, Kak!” Balas Sunny dengan senyum manisnya.
Dalam
hati, kulihat kupu-kupu berterbangan saling melengkapi satu sama lain. Senang
sekali perasaanku saat mendengar jawaban Sunny itu. Kami berdua saling
melantunkan lagu yang tadinya kubayang mustahil untuk dilakukan. Indah sekali
bagai mimpi layaknya seorang Raja dan Ratu yang berada di suatu istana yang
sangat indah. Walaupun sepertinya ia tidak berpikir sama denganku, atau malah
ia hanya berpikir kalau aku hanya mengerti tentang petikan gitar dan juga kartu
dua sekop. Bukan tentang cinta.
Karena kusuka, suka
dirimu
Kuakan selalu berada
disini
Walau didalam
keramaian
Tak apa tak kau
sadari~
“Sunny..
menurut lo, cinta itu apa sih?”
“Mmh..
Kok nanya gitu sih? Menurutku cinta itu tentang perasaan, bukan tentang
perlakuan ataupun kata-kata. Karena perlakuan dan kata-kata itu masih bisa
dimanipulasi, tapi perasaan enggak. Kalo suka ya suka.”
“Hehe
gapapa.. lo asik juga ya!”
“Bisa
aja, kamu.”
Jam
telah menunjuk tepat diangka 10, tandanya kami harus segera ke lapangan untuk
menunjukan lagu yang telah aku rekomendasikan tadi kepada Sunny. Aku sangat
grogi untuk menunjukannya. Sungguh grogi.
Ah, mungkin bagi diriku..
dirimu yang terakhir
Tidak menyadari
apapun
Cinta tak berbalas
dari belakang
Ah, langit di kala
senja seperti mewarnai kota-kota
Terlalu sedih
Bayangan kita berdua
menjadi satu~
Tidak
seperti yang aku sangka sebelumnya, tepuk tangan begitu meriah mengakhiri
pertunjukan kami saat itu. Petikan gitar yang kulakukan memang bukanlah suatu
hal yang istimewa, namun suara Sunny sungguh membuat hatiku merinding.
Tiba-tiba aku kembali kepikiran, “Apakah mungkin? Ah, sudahlah..”.
Bel
pulang telah dibunyikan begitu kerasnya, semua orang mulai meninggalkan sekolah
dengan perlahan. Kupikir, aku dan Sunny sudah akan berpisah begitu saja, namun
tiba-tiba Sunny muncul dan menarik tanganku dari belakang dengan kerasnya.
Suasana sekolah sudah sangat sepi saat itu, hanya kami berdua dan terlihat
secercah harapan muncul di kejauhan sana.
“Ryan..
Awalnya emang ini keliatan enggak mungkin. Tapi rasa ini udah aku simpan sejak
pertama kali ngeliat kamu disini. Entah apa perasaan ini terlalu cepat atau
enggak, yang pasti aku mau bilang kalo sebenarnya aku suka sama kamu.”
“Sunny?”
“Aku
tau kok kalau dihari pertama kamu main gitar. Aku ngedengerin kok. Aku cuma
pura-pura baca buku saat itu. Aku juga selalu perhatiin kamu, sama kayak kamu
selalu perhatian sama aku. Aku tau kok.”
“Sebelum semuanya terlambat, kamu mau gak jadi
pacar aku? Kamu mau kan bantu aku ngejalanin hari-hari baru di sekolah ini?”
Lanjut Sunny yang membuatku hanya terdiam saat itu.
“Aku
gak tau harus jawab apa. Satu yang perlu kamu tau, aku juga udah suka sama kamu
sejak pertama kali ngeliat kamu disini.” Balasku.
“Itu
udah kamu jawab kok.” Balas Sunny sambil tersenyum kepadaku.
Gak
ada yang gak mungkin di dunia ini. Bahkan membayangkan perempuan bisa
menyatakan perasaan lebih dulu bisa membuatku menjadi sedikit gila tadinya.
Cinta itu penuh makna dan kosakata, namun untuk merasakannya kita tidak perlu
itu semua. Kita hanya butuh kejujuran, keterbukaan dan rasa.
Selesai.
Inilah yg namanya emansipasi wanita.
BalasHapusInilah yang kami tunggu-tunggu..
Hapusjaman telah berubah...
BalasHapusPernah ngalamin, ya? :))
Hapus