Selasa, 08 Maret 2016

Ngobrol-ngobrol Ama Naked Poems: Otak Kotor atau Imajinasi Seksi

Puisi bisa menusuk walau itu tak akan membuatmu berdarah ketika membacanya. Ada puisi-puisi yang bisa membuat orang mengernyitkan dahi karena saking sulitnya menerka segala untaian yang dimunculkan. Beberapa puisi lain bahkan bisa membuat kita senyum-senyum sendiri. Pun terdapat puisi yang mampu membakar emosi sebab adanya kesamaan nasib sepenanggungan. Puisi bekerja dengan caranya masing-masing. Seolah tiap kepala akan mendapat hidayah yang berbeda ketika menyimaknya.

Kali ini dalam perjalanan menyimak dunia persilatan puisi yang ada, saya menemukan sebuah keunikan atau mungkin bisa dikatakan sebagai tawaran baru, terhadap pergaulan puisi di Indonesia. Tak muluk-muluk, kebanyakan puisinya berjalan begitu natural walau apa yang dibicarakan bagi sebagian besar orang tentu cukup tabu. Ia membicarakan perkara-perkara seksualitas melalui kacamata perempuan dengan begitu santainya.

Beruntung saya bisa mendapatkan beberapa waktunya untuk mau berbagai dengan siapapun yang menyukai seni, terkhusus sastra dengan puisi-puisi yang ada di dalamnya. Sebelum mengkhayati waktu obrol-obrol santai saya bersama orang ini, ada baiknya teman-teman membuka pikiran terlebih dahulu. Seperti mengikuti anjuran bijak di luar sana, coba kosongkan dulu bejananya. Saya merasa butuh kedewasaan dan pemahaman untuk menyimak gaya "perlawanan" yang dihadirkan Ama, penyair muda wanita, di hadapan kita semua ini.

Tentu setiap pemahaman akan suatu hal harus didahului oleh kerelaan untuk menjauhkan diri dari spekulasi prematur yang menggebu-gebu. Tak perlu panjang lebar lagi. Mari simak obrolan renyah-renyah saya bersama Ama Naked Poems. Perihal puisi dan segala hal yang mengelilinginya.

Halo, Mbak Ama. Apa kabar? Sedang sibuk apakah akhir-akhir ini? Senang bisa ngobrol-ngobrol secara daring seperti ini. Semoga saya tak dipukuli siapapun nantinya, ya, sebab mengetahui fans Mbak Ama yang sepertinya cukup militan.

Kabar saya luar biasa baik. Sebenarnya banyak kesibukan tapi kesibukan terbesar adalah merencanakan piknik setiap hari. Pada intinya saya suka bermalas-malasan di rumah, mengerjakan hal-hal yang saya suka, tapi pada kenyataannya saya harus menyelesaikan beberapa tanggung jawab saya yaitu menyelesaikan skripsi.

Sebelum kita melangkah terlalu jauh pada bahasan yang lebih mendalam seputar Naked Poems. Mungkin agak lebih wajar apabila berkenalan dahulu kepada pembaca tentang apa dan siapa Naked Poems itu. Anggaplah perkenalan ini sebagai masa PDKT pembaca muda blog saya.

Ah, iya. Naked Poems itu terdiri dari tujuh anggota, diantaranya Ivanasha, Nabya, Rara, Amy, Dean, Dikeng dan saya. Kami punya akun twitter dan bisa ditemui di @NakedPoems. Awalnya kami dipertemukan di sebuah linimasa dan memutuskan untuk membuat sebuah grup karena kami punya genre puisi yang sama yaitu erotis. Maka jadilah Naked Poems. ^^

Saya mengenal Naked Poems dari puisi-puisi Mbak Ama yang terkesan agak berbeda, dalam tanda kutip kerap menyisipkan persoalan seksualitas. Sebenarnya, Mbak Ama pada awalnya mengenal puisi itu bagaimana? Apakah ada proses unik yang mengiringi perjalanan itu?

Wah, pertanyaan yang menarik. Pada awal mula mengenal puisi, saya membaca sebuah karya dari Kahlil Gibran. Itu terjadi semenjak saya duduk di kelas 6 SD. Kemudian saya baca beberapa buku lainnya, seperti (Jalaluddin) Rumi, (Pablo) Neruda, Sapardi (Djoko Damono), beberapa kitab termasuk kidung agung, dan masih banyak lagi. 

Dari puisi Gibran dan Rumi, saya merangkum sesuatu yang sampai saat ini menjadi pengaruh besar dalam menulis. Beberapa karya Gibran ada yang menyinggung hal-hal seksualitas dan dalam karya Rumi banyak unsur religiusitas. Saya berpikir kenapa tidak keduanya digabung jadi satu. Jadi sampai saat ini gaya menulis saya tidak jauh dari unsur erotis-religius. Saya berpikir bahwa "mencintai kekasih adalah cara terbaik mencium Tuhan.". 

Yang unik dalam proses perjalanan saya sebenarnya tidak saya alami sendiri, tapi itu saya dapatkan dari beberapa cerita teman. Cerita-cerita mereka menarik, kebanyakan tentang cerita cinta di atas ranjang dan berbagai macam keluhan. Pada intinya selalu ada sesuatu yang gagal mereka tuju dan gapai dalam sebuah hubungan dan seksualitas. Itu menjadi salah satu alasan saya menulis puisi dengan genre erotis. Barangkali ada sesuatu yang tidak dapat disampaikan mereka tapi dapat disampaikan dengan baik oleh saya.

Dari mana ide soal “naked” itu muncul? Apakah berasal dari kegelisahan yang penyair alami sendiri? Tak perlu malu di sini untuk menceritakan seputar kehidupan pribadi, ngomong-ngomong.

Seperti yang saya jawab di pertanyaan sebelumnya, kurang lebih seperti itulah alasan saya menulis Naked Poems. Namun saya tambahkan beberapa hal sebagai catatan. Ini hanya alasan-alasan saya, sebab mungkin teman-teman Naked Poems lain punya jawaban berbeda. Tapi karena Mas Faisal yang meminta saya, maka saya akan menjawab apa yang saya pikirkan saja. 

Ide-ide itu sendiri lahir dari kegelisahan beberapa sahabat, teman, bahkan orang asing yang sengaja bercerita kepada saya, tapi tidak terkecuali pengalaman sendiri (yaaah, bocor!). Sebenarnya saya ingin mematahkan tanggapan orang-orang  tentang "perempuan yang berbicara seks". Beberapa orang beranggapan bahwa perempuan yang membicarakan soal seks bukan perempuan baik-baik. Bukankah senggama dilakukan dengan dua orang? Mengapa hanya satu orang yang berhak bicara. Tidak! Perempuan berhak bersuara tentang apa saja, tentang ketidaknyamanannya dalam bercinta atau tentang ketidakpuasaannya. Beberapa perempuan terkadang memilih mengalah "pura-pura terpuaskan" hanya untuk membahagiakan pasangannya. Ada juga cerita tentang bagaimana mereka ditinggalkan selepas bercinta, mereka bercerita soal betapa sakitnya hati mereka ditinggalkan begitu saja. Mereka bercerita sambil menahan tangis, matanya merah, menahan malu dan marah. Kata-kata yang terus saya ingat dari cerita mereka adalah "Kenapa saya ditinggalkan? Padahal saya sudah memberikan semuanya.". Tidak banyak orang yang mau memahami kata-kata tadi, beberapa orang pasti menyalahkan perempuan dan menganggapnya gampangan, murahan, dll. Tidak! Perempuan tidak seperti itu. Jika seorang perempuan memilih kamu untuk mendampinginya tidur, ada dua kemungkinan di sana: dia mencintaimu atau dia sedang bersedih.

Jadi pada intinya, di dalam puisi-puisi nakal sebetulnya ada kesedihan-kesedihan yang tidak dapat dijelaskan.

Apa makna “naked” atau seksualitas sendiri bagi seorang Mbak Ama? Saya pernah melihat postingan tentang kontradiksi “pikiran kotor” dan “imajinasi seksi”. Itu cukup menggelitik sebetulnya. Hehe.

Maknanya bagi saya adalah, "Senggama itu sesuatu yang sakral, yang celaka adalah yang menganggapnya sebagai permainan."

Saya menulis puisi-puisi erotis, tapi pikiran saya tidak kotor. Ketika saya menulis, saya membayangkan sepasang kekasih yang sedang duduk dengan jarak yang cukup berjauhan. Mereka tidak berkata apa-apa, tidak juga melakukan apa-apa, tapi pikiran mereka saling bersentuhan, saling terhubung. Mereka melayang sekaligus tenggelam di dalam dunianya masing-masing. Senggama terbaik adalah berimajinasi untuk saya.

Itu cara saya menjangkau kenikmatan-kenikmatan dalam bercinta, meski tidak melakukannya, saya bisa merasakannya dua kali lipat lebih nikmat.

Mungkin Mbak Ama mafhum dengan anggapan bahwa pekarya era sekarang kadang tidak murni 100% mencurahkan pengalamannya dalam karya yang ada. Apakah kemunculan Naked Poems ini adalah sebuah branding yang Mbak Ama ciptakan? Ada komentar?

Bisa dikatakan Naked Poems adalah sebuah gabungan dari keduanya, pengalaman yang biasa saja di kembangkan menjadi pengalaman luar biasa dengan imajinasi. Puisi-puisi bisa menciptakan dan menggambarkan apa saja bahkan jauh lebih baik dari yang sebenar-benarnya terjadi.

Beberapa penulis yang terang-terangan mengemukakan isu seksualitas, ketimpangan gender, dsb. adalah seorang feminis. Apa Mbak Ama pun memperjuangkan yang demikian?

Iya! Sungguh! 

Siapa penyair Indonesia yang cukup memincut perhatian Naked Poems belakangan ini? Dan mengapa?

Agus Noor. Entah... Entah kenapa setiap membaca karya-karyanya saya merasa terpancing untuk menulis lebih jujur dan terbuka lagi. Itu menurut pendapatku, mungkin teman-teman Naked Poems lain punya pendapat yang berbeda.

Bagaimana kondisi kesusastraan Indonesia kontemporer menurut sepasang mata indah Mbak Ama?

Sastra kontemporer muncul karena reaksi terhadap sastra konvensional yang telah lama beku dan tidak kreatif. Sastra kontemporer itu sendiri menurut saya perkembangannya sangat luar biasa. Setiap orang bisa menulis apa saja, dengan makna-makna dan gaya bahasa yang berbeda-beda. Ruang sastra menjadi tidak sempit.

Sejauh ini packaging terbaik untuk menyebarkan sebuah puisi itu seperti apa? Dan apa itu yang dilakukan oleh Naked Poems?

Puisi harus menarik, bahasa dan penulisannya harus benar, dan yang terpenting adalah perihal penyampaian maknanya (saya masih harus banyak belajar). Iya tentu, kami mencoba mengemas puisi sebaik mungkin, berusaha menarik pembaca dan mengajak mereka larut ke dalamnya. Maka dari itu kami selalu mengangkat isu-isu yang sering dialami kebanyakan orang.

Apa pertimbangan yang bisa dilakukan jika menemukan karya-karya buruk beredar di pasaran luas?

Menurut saya, tidak ada karya yang buruk. Satu-satunya yang buruk adalah yang meniru beberapa atau seluruh karya orang lain dan diakui sebagai karyanya. Itu bukan saja buruk tetapi melukai.

Ada 2 pilihan. Jika suatu hari diberi kesempatan untuk hidup kembali, Mbak Ama memilih untuk menjadi apa? Pertama, menjadi biduan dangdut, dan kedua, menjadi polisi wanita. Coba sajikan alasannya.

Menjadi biduan dangdut. Sampai saat ini, membahagiakan orang lain adalah sesuatu yang saya perjuangkan. Membahagiakan sekali bisa menjadi seseorang yang sangat dibutuhkan. Polisi tidak memiliki cukup waktu untuk memahami kesedihan orang lain, sebab mereka sibuk menolong. Tapi menjadi biduan dangdut akan selalu sedia merawat kesepian dan kesedihan seseorang, dengan musik dangdut dan goyangan khasnya tentu. Menyenangkan sekali.

Pertanyaan terakhir. Apa Mbak Ama jomblo atau sudah memiliki pasangan? Dan sejauh apa pasangan itu bisa memengaruhi seorang penyair dalam menghasilkan puisi-puisinya?

Saat ini saya sendiri, sejauh ini selama saya menjalani suatu hubungan, pasangan tidak berpengaruh apa-apa. Karena hari-hari membahagiakan saya lebih banyak daripada hari-hari menyedihkan, dan biasanya saya sulit menulis ketika sedang bahagia.

Mungkin ini aneh, tapi detik-detik patah hati adalah hal yang saya tunggu-tunggu. Entah kenapa saya merasa lebih hidup ketika sedang terluka dan lebih bahagia ketika sedang patah hati. Mungkin pada saat-saat seperti itulah hal-hal yang tidak jelas semakin jelas, hal-hal yang disia-siakan jadi lebih berarti. Saya jadi lebih mengerti cara bersyukur ketimbang menghukum diri sendiri dengan menangis.

Sebagai penutup, saya lampirkan dua helai puisi yang mungkin akan membawa teman-teman pada sebuah perspektif serta pemahaman baru:

SAKRAMEN RINDU

1/
Di ruang ini, kudapati kesepian sebagai cahaya; yang membuka jalan menuju ibukota tubuhmu
Seperti lorong-lorong terang
Lalu kutelusuri lorong itu--perjalanan ini begitu jauh dan perih
Tetapi di ujung sana aku melihat engkau duduk
Begitu cantik, rambutmu seperti malam yang hitam
Kain-kain di tubuhmu menerawang--aku begitu mabuk

2/
Mendekatlah ke sini, cintaku
Tuntunlah lenganku--bantu aku meraba kesepian diri
Dan jadilah nyala api yang menerangi kesendirianku
Di mana semuanya padam juga lampu-lampu merkuri di jalan
Sementara obor-obor mereka sengaja ditenggelamkan ke dalam air
Jadilah pelukan yang memelukku di saat mereka merayakan kesendirianku

3/
Suatu hari nanti
Jika telah tiba waktunya, di mana maut lebih dekat dari bibirmu
Aku ingin menandai dua payudaramu sebagai makamku
kau tak perlu berangkat untuk berziarah--kau hanya perlu menyentuhnya sambil mengingat aku
Sebagai penyair pandir yang mencintaimu dengan sungguh.

(2015)


AH…PEREMPUAN!

Pukul dua dini hari
Engkau masih menjadi tubuh yang merawat kesepianku
Engkau berkata lelah tetapi aku menyeru “ Jangan Menyerah”
Aku ingin sekali lagi
Membaca tubuhmu, menjamah milikku
Dua buah dada yang matang di pohon
Dan celanamu yang merah jambu
Aku ingin menelan dan memakainya bersamaan
Ketika pagi hari nanti, aku ingin bangun dengan bahagia
Dengan mengenakan tubuhmu yang putih, Perempuan
Aku ingin lari pagi di antara puisi-puisi yang di tulis seluruh penyair
Sambil berseru “ Aku Orgasme! “.

(2015)

Oops! Silakan sapa Ama Naked Poems melalui Twitter-nya.

"Mungkin ini aneh, tapi detik-detik patah hati adalah hal yang saya tunggu-tunggu. Entah kenapa saya merasa lebih hidup ketika sedang terluka dan lebih bahagia ketika sedang patah hati." -Ama Naked Poems

16 komentar:

  1. Keren. Sekali lagi keren. Tak pernah terpikirkan sebelumnya ada puisi erotik. Gue kira isinya bakal negatif. Ternyata enggak sama sekali :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar pertama setelah 740 pengunjung postingan ini. Boom!

      Hapus
  2. Keren nih! jujur gue baru tahu ada puisi jenis kayak gitu... Umur mbaknya berapa yaaa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sejujurnya saya tidak berbakat menanyakan usia ke perempuan.

      Hapus
    2. Lahir tahun 1993, berarti umurnya 23 tahun saat ini.

      Hapus
  3. Saya kaget ada genre puisi yang vulgar. Saya harus pelajari nih..

    BalasHapus
  4. mbk ama keren, umur segitu bacaannya sdh kahlil gibran, puisinya jg oke bgd, nakal memang, tp memang gt adanya, langsung ke naked poems ah, tengkiu sharenya yak

    BalasHapus
  5. Postingan yang bagus. Puisi, seks, dan kesakralan (aku nangkepnya religiulitas itu kaya sesuatu yang sakral). Berbicara tentang kesakralan dan seks, menurut kak Fatur sendiri tubuh (terutama perempuan) itu seperti apa sih?

    BalasHapus
  6. wah baru baca ada postingan ini. terima kasih, Faisal. sering-sering bergabung bersama Naked Poems di twitter, ya! ��

    BalasHapus
  7. baru mampir lagi ke postingan kak faisal ya ini, dan baca beberapa komentar yang bikin semangat nulis lai. btw terimakasih ya... ^^


    oh iya, NakedPoems, kami inshaAllah jika tidak ada kendala segera melahirkan anak pertama, ditunggu ya ^^


    -Ama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, Kak Ama. Aku baru cek blog lagi. Selamat buat "anak pertama"-nya yaa!

      Hapus
  8. Hm, pengaruh Agus Noor-nya terlihat di puisinya kalau menurut saya. Sungguh, puisi semacam itu menawarkan hal baru dalam bacaan saya. Kalau baca cerpen atau novel Eka Kurniawan yang bahasanya vulgar, kan, sudah biasa. Ini bentuknya puisi. Keren~ :D

    BalasHapus